halodunia.net Nusantara ini dulu adalah kerajaan-kerajaan. Para raja hebat pernah memimpin mulai dari Hayam Wuruk, Kertanegara, Jayabaya, hingga Mulawarman. Namanya dikenang dalam sejarah karena mereka berhasil memimpin dengan baik.
Meskipun begitu, ternyata ada pula sejumlah pemimpin perempuan di tengah sistem patriarki. Para penguasa perempuan ini juga berhasil membuat kerajaannya berkembang pesat, memimpin dengan tegas, serta tak ragu terlibat di peperangan.
Sebagian besar pemimpin perempuan ini tetap disebut sebagai raja, bukan ratu. Sebab itulah gelar yang diberikan kepada mereka. Ingin tahu siapa saja sosok raja perempuan yang pernah memimpin kerajaan di Nusantara? Berikut ini kisahnya!
1. Gayatri Rajapatni, perempuan di balik Majapahit
Walaupun namanya tak familier, Gayatri Rajapatni merupakan salah satu sosok di balik berdirinya Kerajaan Majapahit. Bersama dengan suaminya, Raden Wijaya, ia berambisi untuk membangun pemerintahan baru dari sisa-sisa Singasari. Pada saat itu, kerajaan tersebut baru saja dibabat habis oleh Jayakatwang.
Menurut laporan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Gayatri memang tidak secara langsung menjadi raja. Akan tetapi, ia berhasil mendidik anak cucunya untuk memimpin Majapahit hingga menjadi kerajaan yang besar. Di antaranya adalah Tribhuwana Wijayatunggadewi, Gajah Mada, hingga Hayam Wuruk.
Gayatri pada saat itu dikenal sebagai sosok “ibu suri” yang selalu memikirkan masa depan kerajaannya. Ia menolak naik takhta karena dirinya merupakan anak raja Singasari, Kertanegara. Pada saat itu, terdapat hukum tak tertulis yang mengisyaratkan bahwa seseorang yang telah kalah tidak boleh memimpin kembali, kecuali dengan alasan mendesak.
2. Tribhuwana Wijayatunggadewi, salah satu raja Majapahit paling berpengaruh
Tribhuwana Wijayatunggadewi merupakan anak perempuan dari Gayatri Rajapatni. Ia mendapatkan mandat dari ibunya untuk memimpin Majapahit. Tugasnya adalah memperbaiki kerajaan setelah kekacauan yang disebabkan oleh Jayanegara.
Mengutip studi dari AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya, Tribhuwana memiliki peran yang besar dalam perkembangan Majapahit. Berikut ini di antaranya, ia berhasil mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintahan Majapahit, juga berhasil menaklukkan wilayah Sadeng dan Keta;
Tribhuwana juga mengangkat Gajah Mada sebagai rakryan mahapatih yang menghasilkan program politik baru, yaitu Sumpah Palapa. Bersamanya, Tribhuwana ingin mempersatukan seluruh wilayah Nusantara. Tribhuwana juga menaklukkan Sumatra dan Bali.
3. Dyah Suhita, menjadi pemimpin di usia muda
Majapahit nampaknya merupakan kerajaan yang sering dipimpin oleh perempuan. Selain Gayatri dan Tribhuwana, sosok raja lainnya yang tak kalah populer adalah Dyah Suhita atau yang dikenal pula sebagai Ratu Ayu Kencanawungu.
Ia merupakan pewaris takhta Majapahit ke-7 yang menjabat setelah Perang Paregreg. Suhita diangkat menjadi pemimpin saat dirinya masih sangat muda, yaitu sekitar 20 tahun. Walaupun begitu, ia tak kalah cakap dari pendahulunya, yaitu Tribhuwana.
Suhita bersama suaminya, Ratnapangkaja memerintah cukup lama di Majapahit, yaitu sekitar 28 tahun. Dalam masa kepemimpinannya, ia berhasil menata kembali kerajaan yang sempat kacau setelah terjadinya perang saudara. Ia juga menggencarkan perkembangan sumber daya alam, mendirikan tempat pemujaan, candi, dan punden berundak.
Ternyata, dirinya merupakan perempuan terakhir yang memimpin Majapahit, lho. Sepeninggalan Suhita, tidak ada lagi raja perempuan lain yang menguasai kerajaan terbesar di Nusantara tersebut.
4. Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga
Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga dikenal sebagai sosok yang adil dan tegas dalam memimpin. Sang ratu juga menjunjung tinggi hukum dan tak ragu menjatuhi sanksi kepada pelanggarnya. Itulah kenapa, rakyat sangat patuh.
Cerita tentang ketegasan Ratu Shima bergaung hingga ke berbagai negara. Kala itu, seorang raja bernama Ta-Shih dari Timur Tengah ingin menguji kebenaran kisah tersebut dan pergi ke Kalingga. Ia sengaja menjatuhkan kantung berisi emas di jalan untuk melihat adakah orang yang berani mengambilnya.
Ternyata, kantung tersebut tetap berada di tempat semula hingga berbulan-bulan kemudian. Setelahnya, Pangeran Narayana, anak Ratu Shima, tak sengaja menyentuhnya dengan kaki. Sang ibu pun hendak menghukumnya. Namun karena Narayana melakukannya secara tak sengaja, para pejabat setempat memohon keringanan dan ampunan untuk sang pangeran.
Ratu Shima memimpin Kalingga selama kurang lebih 60 tahun. Rakyat begitu menghormatinya karena ia mengajarkan kejujuran dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Sepeninggal Ratu Shima, kerajaan tersebut runtuh karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya.
5. Sultanah Nahrasiyah, perempuan pertama yang menguasai Samudra Pasai
Berikutnya ada Sultanah Nahrasiyah. Ia merupakan perempuan pertama yang menjadi raja di Aceh, tepatnya di Kerajaan Samudra Pasai. Saat itu, ia menggantikan ayahnya yang bernama Raja Malikussaleh.
Sultanah Nahrasiyah membawa banyak perkembangan di kerajaan Islam tersebut. Masa kepemimpinannya bahkan menjadi era kejayaan Samudra Pasai. Ia berhasil meningkatkan laju perdagangan, kesejahteraan rakyat, serta memperjuangkan hak-hak para perempuan yang saat itu sering disepelekan.
Raja perempuan ini sangat dihormati oleh penduduk setempat. Dilansir Museum Nasional, kuburannya diberi nisan yang bertuliskan berikut ini:
“Inilah kubur wanita yang bercahaya suci, ratu yang terhormat, almarhumah yang diampunkan dosanya, Nahrasiyah. Putri Sultan Zainal Abidin, putra Sultan Ahmad, putra Sultan Muhammad, putra Sultan Malik As-Shaleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya. Mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin, 17 Dzulhijah 831 H/1428.”
6. Dyah Tulodong, sang ratu Mataram Kuno
Satu penguasa perempuan lainnya di Nusantara yakni Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa dikenal pula dengan nama Dyah Tulodong. Ia merupakan perempuan yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno sekitar tahun 919-924.
Tak banyak cerita yang beredar mengenai sang ratu. Namun ia terkenal karena mampu menggagalkan ekspansi raja Airlangga yang saat itu telah menguasai wilayah di sekitar Mataram Kuno.
7. Sultanah Safiatuddin, raja perempuan dari Aceh
Jika Sultanah Nahrasiyah berasal dari Samudra Pasai, Sultanah Safiatuddin merupakan pemimpin Kerajaan Aceh. Ia menggantikan takhta suaminya yang meninggal, yaitu Sultan Iskandar Tsani. Sebab keduanya tidak memiliki anak untuk melanjutkan kepemimpinan.
Walaupun pemilihan Safiatuddin sempat menuai pro dan kontra, perempuan ini berhasil membawa perkembangan pesat di Kerajaan Aceh. Masa kepemimpinannya bahkan disebut sebagai zaman keemasan Islam dan Melayu.
Alih-alih berperang dan berjuang di bidang militer, Safiatuddin mengandalkan taktik diplomasi untuk mengekspansi kerajaannya. Ia pandai membangun aliansi dengan wilayah-wilayah lain. Sang Sultanah juga mampu melindungi kerajaannya dari gempuran penjajah Eropa.
Walaupun tak sering disebut dalam sejarah, pemimpin perempuan di atas memiliki andil yang besar di kerajaannya masing-masing. Ini membuktikan perempuan juga bisa menjadi pemimpin hebat dan tangguh.
0 Komentar