Sejauh Mana peran blogger... ??
Dengan blogging sebuah topik juga tak pernah kadaluarsa
Chiara Ferragni sukses di umur yang masih belia. Di mesin pencari, nama itu merujuk pada seorang figur ternama di dunia fashion. Di media sosial, akun instagramnya memiliki 7,8 juta follower.
Gadis Itali ini bekerjasama dengan seorang pebisnis meluncurkan koleksi sepatu yang dipasarkan di 200 gerai di 30 negara. Keuntungannya ditaksir mencapai 9.5 juta Dolar Amerika. Tahun 2016, Forbes menobatkan Chiara Ferragni masuk dalam ’30 under 30”, tiga puluh orang sukses di bawah umur 30.
Ketika pertama kali membaca kisahnya, saya mengira mungkin dia seorang di antara miliarder muda yang datang dari latar belakang keluarga kaya. Tapi ternyata tidak. Ayahnya adalah seorang dokter gigi. Ibunya adalah seorang penulis. Kesuksesannya hari ini dimulainya dari nol. Dan dia memulainya dengan modal blogging.
Jelang akhir 2009, Chiara Ferragni memulai blog The Blond Salad. Dua tahun kemudian pengunjungnya mencapai satu juta. Hingga tahun 2013, blognya telah memenangkan banyak penghargaan. Popularitas blognya yang tinggi, mengantarkannya berkolaborasi dengan merek-merek ternama seperti Dior, Luis Vitton, Channel, Tommy Hilfiger. Blog The Blod Salad sendiri sudah menjadi nama besar dengan 14 juta kunjungan perhari.
Chiara Ferragni adalah bukti sahih bahwa aktivitas blogging yang tampak begitu simpel bisa menjadi trigger perubahan pada diri seseorang. Blog, yang merupakan singkatan dari Weblog yang merujuk pada kegiatan log (in/out) pada sebuah web, bisa terlihat sangat simpel. Kita masuk, menuliskan apa yang melintas di pikiran kita, keluar. Dan demikian seterusnya. Bahkan bagi orang-orang yang dikepung oleh kesibukan, bisa jadi proses blogging hanya kegiatan sebentar saja. Tapi di balik betapa simpelnya isi sebuah blog atau betapa sedikitnya waktu yang digunakan untuknya, blog dapat memiliki pengaruh besar bagi pegiatnya.
Pengaruh paling basic yang aktivitas blogging berikan mungkin adalah ekspresi diri. Dari ulasan mengenai profilnya di internet, Chiara Ferragni, mulanya memaksudkan The Blond Salad untuk berbagi cerita tentang aktifitas sehari-harinya.
Motif Chiara Ferragni di awal, hemat saya, adalah motif paling dasar para pegiat blogging. Sadar atau tidak para pegiat blogging sedang mengaktualisasikan dan mengekspresikan diri ; Saya ada dan inilah saya. Mungkin ada yang melakukan blogging dengan motif bisnis atau popularitas atau politik atau motif lainnya. Tapi pasti selalu ada sisi dari diri kita sebagai individu dan pribadi yang melekat bersama motif-motif ini, meski hanya dalam kuantitas kecil.
Pada level ini kita dan aktivitas blogging kita menjadi sebuah cermin terhadap yang lain. Bila ingin melihat diri kita sendiri, kita dapat menengok post-post yang kita buat. Untuk mengetahui warna, isi aktivitas blogging kita adalah dengan melihat diri kita. Apa kira-kira yang menjadi kecenderungan kita.
Lebih dari itu, aktvitas blogging sebenarnya sebentuk aktivitas di mana kita mencatatkan diri kita. Dan karena kita sebagai manusia mengalami perubahan, maka perubahan itu dapat terpantau dalam isi aktivitas blogging. Karena itu jika kita bandingkan tulisan-tulisan kita yang mula-mula dengan yang hari ini, akan terasa sekali bedanya baik gaya maupun semangat di dalamnya.
Akan tetapi seprivat itukah aktivitas blogging? Pada kenyataannya tidak. Dalam blogging masing-masing orang ingin tampil seunik mungkin. Sulit untuk menemukan seratus persen kemiripan antara satu post oleh satu pegiat blogging dengan post oleh pegiat blogging yang lainnya. Tapi seunik apapun ide seseorang dalam aktivitas bloggingnya ia akan senantiasa menemukan orang yang memiliki ide dan pandangan yang sama seperti yang ia utarakan. Ini adalah momen saat, misalnya, kita membaca sebuah tulisan lalu berujar “Betul juga ya” atau “Ini yang saya maksud”!
Pada kasus Chiara Ferragni, yang membuat brand brand terkenal menjalin kerjasama dengannya adalah fakta bahwa keunikan aliran fashion Chiara Ferragni ternyata juga apa yang diinginkan oleh banyak orang. Blogging memberi kita kesempatan untuk tampil dengan warna kita sendiri. Tapi ternyata kita kemudian tahu di luar sana ada yang berpikiran sama, yang punya pengalaman sama. Dan anehnya kita merasa seolah terkoneksi dengan orang-orang ini.
Sampai di sini seorang pegiat blogging keluar dari batas-batas dirinya. Di wilayah ini dia terkoneksi dengan orang lain. Rasa terkoneksi ini melahirkan perhatian. Para pegiat blogging biasanya memperhatikan aktualitas isu yang mungkin menarik para pembaca. Atau memperhitungkan jalan keluar apa yang mungkin dibutuhkan oleh pembaca. Kita akan menemukan bahwa pegiat blogging yang terhubung baik dengan pembaca biasanya adalah yang selalu mempertimbangkan latar belakang pembacanya.
Lebih jauh lagi, ada dimensi lain di sini. Hingga sebelum satu dekade yang lalu, reaksi kita sebagai individu terhadap berbagai isu begitu terbatas. Robohnya Tembok Berlin mungkin kita saksikan lewat televisi. Tapi refleksi diri kita atas kejadian itu tak mendapatkan tempatnya. Apa yang kita rasakan dan pikirkan mengenai konflik Poso atau gerakan OPM atau RMS dengan keterbatasan ruang untuk berefleksi, membuat kita menyerahkan kepada media kesempatan untuk mengartikulasikan sesuatu, yang bisa jadi kurang dari atau lebih dari atau bahkan bukan sama sekali apa yang ada dalam benak kita . Ini bukan untuk menunjukan ketidakcukupan dan ketidakcakapan media berita konvensional. Tapi karena kita sebagai individu memiliki warna, sisi yang hanya kita yang bisa membahasakannya secara tepat.
Masuknya internet tidak juga menghilangkan keterbatasan kita untuk berekspresi. Sebaliknya, internet mendorong lahirnya dan populernya gadget yang mendorong kita menjadi individualis. Tapi kehadiran aktivitas blogging di mana seseorang dapat terhubung dengan orang lain menutupi kekurangan itu. Dengan blogging orang di Sabang dapat bereaksi secara langung mengenai langka dan tingginya BBM di Papua seperti yang belum lama ini diberitakan. Blogging memungkinkan kita mengungkapkan secara langsung duka yang kita rasakan pada korban dan keluarga korban pada musibah gempa di Pidie, musibah pemboman gereja di Samarinda, musibah kecelakaan KM Zahro. Lewat blogging kita dapat bersuara sama lantangnya dengan pemerintah terkait kependudukan Israel atas Palestina. Bahkan blogging memungkinkan kita memberi masukan kepada pemerintah dalam wilayah yang lembaga perwakilan serta LSM tak dapat atau belum masuk ke dalamnya.
Dua motif blogging di atas menjadi sangat penting. Secara individu, aktivitas blogging mewakili nilai demokrasi di mana kebebasan berpendapat adalah salah satu pilarnya. Tulisan seseorang sebagai ekspresi diri dapat menginspirasi lahirnya tulisan lain atau juga mengundang reaksi dalam bentuk tulisan tandingan. Ketika proses ini terus berlanjut, iklim menyuarakan pendapat terjaga. Kita menjadi sedapat mungkin terhindar dari atmosfer rasa takut menyuarakan perasaan, kemarahan, kekecewaan, keluhan seperti yang pernah kita rasakan selama orde baru.
Adapun pada dimensi konektifitas antara satu orang dengan yang lain, blogging adalah salah satu medium untuk menjaga keutuhan kita sebagai suatu bangsa. Baik itu dari sisi identitas maupun kesatuan.
Hari ini kita dikepung ragam budaya yang mengikis tidak saja identitas tapi kultur kita sebagai bangsa. Maka mereka yang mengulas kebudayaan lokal, tempat wisata di daerahnya, jenis kuliner nusantara dapat menjadi garda terdepan pertahanan identitas menghadapi kebudayaan yang ditawarkan oleh barat dan k-pop. Ini sekaligus bisa menjadi wadah untuk menyadari kemajemukan kita.
Peran Blogging
Sejak kemunculannya kira–kira pada 1994, aktivitas blogging terus bertambah. Seiring waktu, blogging tidak hanya sebagai pelengkap tapi juga sebagai alternatif dan bahkan rujukan utama, sejajar dengan media konvensional lainnya.
Donald Trump sebentar lagi akan dilantik sebagai Presiden AS. Salah satu sosok yang berperan dalam kampanyenya adalah Tront Lett. Pada tahun 2002 Tront Lett membuat komentar yang mendukung seorang senator Amerika tahun 1948 yang terkenal dengan ide pemisahan ras. Dia mengundurkan diri setelah komentarnya itu tersebar. Alih–alih oleh koran-koran besar semisal New York Times, seorang pegiat blogginglah yang mengungkap komentarnya itu ke publik.
Dengan blogging sebuah topik juga tak pernah kadaluarsa. Biasanya setiap post sejak mulai dimuat hanya akan bertahan untuk beberapa lama saja. Misalnya, sejak kita menekan tayang tulisan di Kompasiana pada pagi hari, maka paling lama tulisan itu akan bertahan hingga tengah hari. Jumlah viewnya pun paling tinggi hanya akan mencapai ratusan. Menjelang malam, post itu tak terlihat lagi. Bila si penulis mencarinya dengan masuk melalui halaman depan kompasiana, perlu waktu yang lama untuk menemukannya. Tapi post itu tidaklah hilang. Dia ada di sana. Mulai dan terus terekam dalam daftar mesin pencari. Menanti dibuka oleh siapa saja yang mengetikan keyword yang terkait dengan post itu.
Belum lama ini saya mencari penjelasan mengenai bentuk 4 dimensi. Mesin pencari kemudian menampilkan salah satunya adalah sebuah post di Kompasiana yang diunggah empat tahun lalu. Artinya empat tahun lalu ketika belum terbetik dalam diri saya pertanyaan tentang bentuk 4 dimensi, seseorang lewat tulisannya sudah menawarkan jawaban. Ini mengirim pesan kepada para pegiat blogging dan pengelola blogging bahwa yang mereka lakukan tidak pernah sekedar blogging. Aktivitas blogging kita bisa menjadi upaya menjaga informasi sekaligus membangun hubungan dengan orang lain tidak hanya pada hari ini melainkan juga masa depan dan masa lalu.
Dunia sedang menunjukan anomali. Kemajuan teknologi dan informatika memberikan kita kemampuan berkreasi dan berinovasi. Ide tentang demokrasi yang penuh dengan nilai egaliter juga makin mendapat tempat. Sejenak kita bisa memandang ke masa depan dengan rasa pasti. Tapi hari ini, dalam hubungan antar kita sebagai sebuah komunitas, yang terlihat justru adalah berbagai ketidakpastian. Trump muncul dengan ide “Dinding” nya dan mengancam para imigran. UK keluar dari Uni Eropa dan seketika ribuan orang dari Portugal atau Polandia terancam diusir dari wilayah Britania, tempat di mana mereka telah bekerja berpuluh tahun lamanya. Perang di Suriah membuat jutaan orang harus meninggalkan tanah kelahirannya dengan kemungkinan tewas & diskriminasi yang tinggi saat mencari tempat yang lebih aman. Dan tentu saja tak bergemingnya Israel, walau dunia mengutuk, terus membangun hunian di wilayah Palestina. Pada kenyataannya kita sebagai sebuah komunitas begitu berjarak dan seolah secara sengaja ingin berjarak. Kita mesti menawarkan pikiran untuk semua ini. Blogging mungkin dapat menjadi jembatannya.
0 Komentar